BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu proses
menempatkan pasien dalam kondisi yang paling baik untuk beraktivitas. (Florence
Nightingale, 1895)
Keperawatan adalah pengetahuan yang
ditujukan untuk mengurangi kecemasan terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan dan rehabilitasi penderita sakit
serta penyandang cacat. (Martha Roger,
1970)
Keperawatan
merupakan salah satu profesi yang sifatnya dinamis dan berkembang secara terus
menerus dan melibatkan masyarakat yang semakin berubah pula, sehingga perlu
adanya perubahan dalam hal pemenuhan dan metode keperawatan untuk menyesuaikan
perawat dengan adanya perubahan yang terjadi pada masyarakat. Trend dalam
keperawatan yang berkembang sekarang ini adalah trend keperawatan yang bersifat
holistik (menyeluruh) yang berarti perawat melakukan perawatan kepada pasien
secara keseluruhan dalam berbagai dimensi, baik dimensi sehat maupun sakit
serta interaksinya dengan keluarga dan komunitas. Perkembangan tren praktik
keperawatan meliputi kemandirian yang diberikan oleh pemerintah kepada perawat
untuk membuka praktik keperawatan.
Adanya perkembangan yang pesat dalam dunia Keperawatan di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
- Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, sehingga masyarakat dapat dengan cepat mengakses dan mengetahui informasi serta teknologi terkini. Era globalisasi yang semakin
berkembang sehingga menuntut keperawatan di Indonesia harus dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan keperawatan di negara yang sudah berkembang.
- Keadaan sosial dan ekonomi
masyarakat semakin meningkat sehingga masyarakat dengan ekonomi tinggi menuntut
pelayanan kesehatan yang berkualitas sedangkan masyarakat dengan ekonomi rendah
mengharapkan pelayanan kesehatan yang murah dan terjangkau untuk kalangan
mereka.
Sampai saat ini masyarakat di Indonesia hanya mengenal bentuk pelayanan
kesehatan dalam system pelayanan kesehatan seperti pelayanan rawat inap dan
pelayanan rawat jalan. Di sisi lain banyak dari masyarakat yang menderita sakit
namun karena adanya pertimbangan tertentu akhirnya mereka lebih memilih untuk
dirawat di rumah. Adapun pertimbangan tersebut diantaranya adalah orang dengan
kasus penyakit terminal, keterbatasan biaya untuk membayar fasilitas selama
dirawat di rumah sakit dan beberapa masyarakat merasa lebih nyaman jika dirawat
di rumah sendiri dibandingkan dirawat di rumah sakit (Depkes, 2012). Mereka
belum mengetahui adanya pelayanan home
care. Oleh sebab itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai issue tentang home care beserta aspek legal etik yang
ada dalam home care dan hal-hal lain yang berkaitan dengan home care .
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana issue dan aspek legal etik dalam home
care?
2.
Bagaimana meknisme perizinan dan aplikasi dalam home care?
3.
Bagaimana kebijakan home care di
Indonesia?
4.
Bagaimana kepercayaan dan kebudayaan dalam home
care?
1.3. Tujuan
1.
Untuk mengetahui tentang issue dan aspek legal etik dalam home care
2.
Untuk mengetahui tentang meknisme perizinan dan aplikasi dalam home care
3.
Untuk mengetahui tentang home care di
Indonesia
4.
Untuk mengetahui tentang kepercayaan dan kebudayaan dalam home care
1.4. Manfaat
1.4.1. Umum
1. Pembaca dapat mengetahui tentang
issue dan aspek legal etik dalam home
care
2. Pembaca dapat mengetahui tentang
meknisme perizinan dan aplikasi dalam home
care
3. Pembaca dapat mengetahui tentang
kebijakan home care di Indonesia
4. Pembaca dapat mengetahui tentang
kepercayaan dan kebudayaan dalam home
care
1.4.2. Khusus
1. Penulis dapat mengetahui tentang
issue dan aspek legal etik dalam home
care
2. Penulis dapat mengetahui tentang
meknisme perizinan dan aplikasi dalam home
care
3. Penulis dapat mengetahui tentang
kebijakan home care di Indonesia
4. Penulis dapat mengetahui tentang
kepercayaan dan kebudayaan dalam home
care
5. Penulis dapat melatih kemampuan
menulis dalam sebuah makalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Isu dan aspek
legal etik dalam homecare
Secara legal
perawat dapat melakukan aktivitas keperawatan mandiri berdasarkan pendidikan
dan pengalaman yang di miliki. Perawat dapat mengevaluasi klien untuk
mendapatkan pelayanan perawatan di rumah tanpa program medis tetapi perawatan
tersebut harus diberikan di bawah petunjuk rencana tindakan tertulis yang
ditandatangani oleh dokter. Perawat yang memberi pelayanan di rumah membuat
rencana perawatan dan kemudian bekerja sama dengan dokter untuk menentukan
rencana tindakan medis.
Menurut
Departemen Kesehatan (2012) menyebutkan bahwa home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal
mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan
kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari
penyakit.
Isu legal
yang paling kontroversial dalam praktik perawatan di rumah antara lain mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a. Resiko yang berhubungan
dengan pelaksanaan prosedur dengan teknik yang tinggi, seperti pemberian pengobatan dan transfusi darah melalui IV di rumah.
b. Aspek legal dari
pendidikan yang diberikan pada klien seperti pertanggungjawaban terhadap kesalahan yang dilakukan oleh anggota keluarga karena kesalahan informasi dari
perawat.
c. Pelaksanaan peraturan Medicare
atau peraturan pemerintah lainnya tentang perawatan di rumah.
Karena biaya
yang sangat terpisah dan terbatas untuk perawatan di rumah, maka perawat yang
memberi perawatan di rumah harus menentukan apakah pelayanan akan diberikan
jika ada resiko penggantian biaya yang tidak adekuat. Seringkali, tunjangan
dari Medicare telah habis masa berlakunya sedangkan klien membutuhkan perawatan
yang terus-menerus tetapi tidak ingin atau tidak mampu membayar biayanya.
Beberapa perawat akan menghadapi dilema etis bila mereka harus memilih antara
menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan untuk klien lansia, miskin dan klien
yang menderita penyakit kronik. Perawat harus mengetahui kebijakan tentang
perawatan di rumah untuk melengkapi dokumentasi klinis yang akan memberikan
penggantian biaya yang optimal untuk klien.
Pasal
Krusial dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) 1239/2001 Tentang Praktik
Keperawatan antara lain :
· Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan
evaluasi.
· Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas
permintaan tertulis dokter
· Dalam
melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :
-
Menghormati hak pasien
-
Merujuk kasus
yang tidak dapat ditangani
-
Menyimpan
rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
-
Memberikan informasi
-
Meminta
persetujuan tindakan yang dilakukan
-
Melakukan
catatan perawatan dengan baik
· Dalam keadaan
darurat yang mengancam jiwa seseorang , perawat berwenang melakukan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
· Perawat yang
menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang praktiknya
·
Perawat yang
menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktik (sedang dalam proses amandemen)
·
Perawat yang
memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan rumah
·
Persyaratan
praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
- Tempat praktik memenuhi syarat
- Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi
termasuk formulir /buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan
Ø Larangan
· Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang
tercantum dalam izin dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi
· Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan
darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan
lain, dikecualikan dari larangan ini.
· Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan
peringatan lisan atau tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran
· Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 kali,
apabila tidak diindahkan SIK dan SIPP dapat dicabut
· Sebelum SIK dan SIPP dicabut kepala dinas kesehatan
terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari MDTK dan MP2EM.
Ø Sanksi
·
Pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3
bulan
·
Pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6
bulan
·
Pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1
tahun
·
Penetapan pelanggaran didasarkan pada motif
pelanggaran serta situasi setempat
2.2. Perizinan
dan akreditasi home care
2.2.1. Perizinan
home care
Izin (verguning), adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah untuk dalam keadaan
tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan
perundang-undangan. Jadi izin itu pada prinsipnya adalah sebagai dispensasi
atau pelepasan/ pembebasan dari suatu larangan (Adrian Sutedi, 2010). Jadi
perizinan adalah suatu bentuk pelaksaanaan fungsi pengaturan dan bersnaan
fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan ini dapat
berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk
melakukan suatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh oleh suatu
organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu
kegiatan atau tindakan. Perizinan
yang menyangkut operasional pengelolaan pelayanan kesehatan rumah dan praktik
yang dilaksanakan oleh tenaga profesional dan non profesional diatur sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Adapun
perizinan dalam home care yaitu :
1. Berbadan hukum (yayasan, badan
hukum lainnya)
2. Permohonan ijin ke Dinkes
kabupaten atau kota, dengan melampirkan :
·
Rekomendasi PPNI
·
Ijin praktik perawat (SP, SIK, SIPP)
·
Persyaratan peralatan kesehatan dan sarana komunikasi
dan transportasi
·
Ijin lokasi bangunan
·
Ijin lingkungan
·
Ijin usaha
·
Persyaratan tata ruang bangunan
2.2.2. Akreditasi home care
Akreditasi
adalah pengakuan formal yang diberikan oleh badan akreditasi terhadap kompetensi
suatu lembaga atau organisasi dalam melakukan kegiatan penilaian kesesuaian
tertentu.
Penilaian kembali terhadap mutu
pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat, dilakukan baik oleh pemerintah
atau badan independen yang akan mengendalikan pelayanan kesehatan rumah. Tujuan
proses akreditasi, agar seluruh komponen pelayanan dapat berfungsi secara
optimal, tidak terjadi penyalahgunaan serta penyimpangan. Komponen evaluasi
meliputi:
1 . Pelayanan masyarakat
2 . Organisasi dan admnistrasi
3 . Program
4 . Staf/personal
5 . Evaluasi
6 . Rencana yang akan datang
Standar
penilaian akreditasi khusus home care
yang dikeluarkan oleh Komite Joint Commission International (JCI) ini
merupakan standar penilaian penerapan home care berfokus pada pasien.
Penilaian tersebut meliputi keselamatan pasien, akses dan asesmen
pasien, hak dan tanggung jawab pasien, perawatan pasien dan kontinuitas
pelayanan, manajemen obat pasien, serta pendidikan pasien dan keluarga.
Perawat
yang memiliki peran advokasi bertanggung jawab dalam mempertahankan
keamanan pasien, mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi pasien
dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan. Penerapan pendidikan bagi
pasien dan keluarga perawat dapat memberikan informasi tambahan untuk
pasien yang sedang berusaha memutuskan suatu masalah, memberikan
pendidikan kesehatan yang menunjang kesehatan pasien. Hal – hal tersebut
diatas dapat ditunjang dengan pengetahuan perawat terkait penerapan dan pelaksanaan
pendidikan pada pasien dak keluarga di unit pelayanan home care.
2.3. Kebijakan
Home care di Indonesia
Kebijakan terkait home care di
Indonesia secara hukum diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat dan yang terbaru Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
HK.02.02/MENKES/148/1/2010 Tentang
izin dan yang menjalankan praktik dalam hal ini
praktik mandiri keperawatan wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP).
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun Pasal 28 menyebutkan bahwa praktik
keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lainnya
sesuai dengan klien sasarannya. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas: a. Praktik Keperawatan mandiri; dan b. Praktik
Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Perawat
dalam melakukan praktek harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan
berkewajiban mematuhi standar praktek. Perawat dalam menjalankan praktek harus
membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan
mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik
diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi profesi.
Dalam
keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenanga. Pelayanan dalam keadaan darurat
ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Perawat yang menjalankan praktik perorangan
harus mencantumkan SIPP diruang prakteknya. Perawat yang menjalankan praktek
perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek. Perawat yang memiliki
SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah. Perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah harus membawa
perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan. Perawat dalam menjalankan praktik
perorangan sekurang – kurangnya memenuhi persyaratan, yang sesuai dengan
standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi
profesi:
a. Memiliki tempat praktik yang
memenuhi syarat kesehatan.
b. Memiliki perlengkapan untuk tindakan
asuhan.
c. Keperawatan maupun kunjungan rumah.
d. Memiliki perlengkapan administrasi
yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan
keperawatan, serta formulir rujukan.
2.4. Kepercayaan dan budaya dalam home care
Perawat saat bekerja sama dengan keluarga harus melakukan
komunikasi secara alamiah agar mendapat gambaran budaya keluarga yang
sesungguhnya. Hal ini terkait dengan sistem nilai dan kepercayaan yang
mendasari interaksi dalam pola asuh keluarga. Praktik mempertahankan kesehatan
atau menyembuhkan anggota keluarga dari gangguan kesehatan dapat didasarkan
pada kepercayaan yang dianut.
Pemahaman yang benar
pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock maupun
culture imposition. Cultural
shock terjadi saat pihak luar (perawat)
mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya
tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah
kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam maupun
terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan atau
perilaku yang dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya
lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok
lain (Mulyanasari, 2014).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 28 telah dijelaskan bahwa perawat dapat
melakukan praktik mandiri baik di fasilitas kesehatan atau tempat lainnya.
Adapun
issu dan aspek legal etik dalam home care
antara lain adalah resiko atas praktik yang dilakukan, pertanggungjawaban atas
kesalahan yang dilakukan perawat kepada pasiennya dan yang terakhir adalah
pelaksanaan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai praktik
keperawatan di rumah.
Mekanisme
perizinan untuk melakukan praktik keperawatan di rumah adalah dengan cara melakukan permohonan izin
kepada kepala dinas kesehatan di kota setempat dengan dilengkapi berbagai
berkas diantaranya seperti SIP, SIK dan SIPP.
Akreditas
mengenai home care telah dikeluarkan
oleh Komite Joint Commission
International (JCI), dimana fokus penilaian akreditas pada home care adalah pasien.
Kebijakan
home care di Indonesia adalah perawat
harus melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar praktek yang telah
ditetapkan, selain itu dalam kegiatan praktik keperawatan mandiri perawat juga
harus membantu program pemerintah dalam hal meningkatkan derajat kesehatan
warga Indonesia.
Untuk
mengetahui kebudayaan pasien maka perawat harus melakukan komunikasi secara
alamiah yang biasanya dijadikan sebagai kepercayaan oleh pasien.
3.2. Saran
Kesempatan
yang telah diberikan pemerintah kepada perawat mengenai perawat diperbolehkan
untuk membuka praktik mandiri seperti home
care sebaiknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Perawat juga harus
memperhatikan apa saja larangan dan sanksi jika dalam melakukan praktik
keperawatan mereka melakukan praktik yang dianggap menyimpang dari profesi
keperawatan. Untuk itu sebaiknya perawat harus mengetahui trend issue dan aspek
legal etik keperawatan yang ada dalam home
care, kebijakan home care di
Indonesia, mekanisme perizinan dan aplikasi home
care serta kepercayaan dan kebudayaan dalam home care sebelum mereka melakukan atau membuka praktik keperawatan
mandiri di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2010). pengaruh pelayanan home care
terhadap tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca
stroke di Kota Samarinda. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2015, pada : http://media.unpad.ac.id/thesis/220120/2010/220120100001_1_9517.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. HK.02.02 /MENKES / 148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat.
Mulyanasari,
Fertin. 2014. Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pasien Dan Keluarga Pada
Pelayanan Home care Berstandar Joint
Commission International Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Yogyakarta
: Universitas Gadjah Mada. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2015, pada:http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=73268&is_local=1.
Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2015,
pada http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_uu/UU%20No.%2038%20Th%202014%20ttg%20Keperawatan.pdf
Rilpaidi. (2011). Trand dan issu home
care. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2015, pada : https://id.scribd.com/doc/47871711/TREND-DAN-ISSUE-HOME-CARE
Zang,
S.M & Bailey, N.C. Alih Bahasa Komalasari, R. (2004). Manual Perawatan di
rumah (Home care Manual) Edisi
Terjemahan Cetakan I. Jakarta: EGC
babyliss pro nano titanium curling iron - The Tetagon
BalasHapusbabyliss titanium wedding ring pro nano titanium curling iron. This item is not available titanium hammers in titanium nipple jewelry our SKU. black oxide vs titanium drill bits Quantity: 5 iron titanium reviews · Related products: